Selasa, 09 April 2013

Petani nusantara bersatu mewujudkan Ketahanan negara agraris

PENDAHULUAN                                   
A.   Latar belakang

Indonesia merupakan Negara agraris. Negara yang memiliki sektor pertanian yang memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada sektor pertanian (Mubyarto, 1994).
Indonesia sebagai Negara berkembang memiliki produktifitas pertanian yang sangat rendah. Hal ini berdampak nyata terhadap situasi perekonomian nasional yaitu impor beras terus meningkat, inflasi menjadi tak terkendali, kekurangan pangan dan kesempatan kerja terbatas sehingga menimbulkan pengangguran. (Pembangunan pertanian 1994).

Pada masa pembangunan ini pandangan, perhatian dan pemeliharaan terhadap petani di pedesaan ternyata demikian besar, seperti diadakannya penyuluhan-penyuluhan yang bertujuan untuk melakukan perubahan-perubahan antara lain peningkatan hasil pertanian dan peningkatan taraf hidup petani. Petani adalah tulang punggung perekonomian Negara dan desa adalah pangkal kehidupan perkotaan, tetapi kenyataanya kehidupan para petani di pedesaan masih berada pada tingkat kesejatraan yang rendah. Mereka buta akan pendidikan, teknologi yang baik usaha taninya, sehingga produksi yang mereka lakukan dari generasi ke generasi hannyalah berdasarkan pengalaman dan usaha sendiri, dalam waktu yang demikian lama perilaku kehidupan petani tidak mengalami perubahan. Mereka tidak bisa melakukannya karena terbentur pada keadaan sendiri, antara lain karena pendidikan yang diperolehnya terlalu rendah, bahkan kebanyakan diantara mereka ada yang tidak pernah sekolah, sehingga penguasaan ilmu pengetahuan untuk mengubah perilaku dan kehidupan tidak dapat mereka lakukan (Negara S, 2000).
Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani,daerahpedesaan tempat dimana mayoritas petani menjalani kehidupannya mempunyai beberapapermasalahan seperti tingkat pendidikan rendah, adanya sikap mental yang kurang mendukung dan masalah-masalah lainnya. Permasalahan tersebut meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat petani pedesaan yang satu sama lain saling berkaitan (Negara S, 2000).

PEMBAHASAN

.   Ironinya sebuah Negara agraris

Negara Indonesia merupakan sebuah ironi klasik bila mengingat predikat Indonesia sebagai negara agraris namun pengimpor beras dan bahan pangan lainnya. Jadi dimanakah letak ke’agraris’an kita selama ini? Apakah hanya diukur dari luasnya lahan pertanian yang membentang dari Sabang sampai Merauke saja? Walaupun kita tahu bahwa lahan-lahan tersebut banyak sudah yang bermetamorfosa menjadi gedung-gedung yang dibangun atas kepentingan beberapa pihak semata. Lalu bagaimana dengan anugerah Tuhan yang luar biasa besar yaitu sinar matahari yang bisa kita dapatkan dengan cuma-cuma setiap harinya? Walaupun kita sadar bahwa kita lebih sering mengeluhkan panasnya sang surya tersebut.
Dengan berbagai kemudahan yang diberikan Tuhan bagi kita, mungkin kita masih belum bisa memanfaatkan berbagai kemudahan tersebut dengan bijak dan optimal. Indonesia patut bersyukur dengan kayanya lahan subur nan produktif yang dimiliknya serta dengan musim yang hanya berganti dua kali setiap tahunnya. Seharusnya Indonesia bisa menjadi negara terkuat di dunia dalam hal penyediaan pangan terhadap rakyatnya. Namun kita tahu bahwa tidak sedikit masyarakat di negara ini kekurangan pangan dengan alasan yang sangat umum yaitu terlampau mahalnya bahan pangan yang melebihi pendapatan mereka sehari-hari. Bahkan tidak sedikit pula dari mereka yang menderita kelaparan. Dan yang lebih memprihatinkan lagi adalah kekurangan pangan tidak sedikit yang melanda para petani yang merupakan pahlawan penghasil pangan. Maka dari itu, tuntutan terhadap peningkatan produktifitas petani selayaknya harus seimbang dengan kesejahteraan petani.  
Permasalahan pangan lainnya terjadi seiring dengan kelaparan diantaranya kerawanan pangan yang mulai timbul. Berdasarkan data yang dianalisis Dewan Ketahanan Pangan (DKP), dari 346 kabupaten terdapat 100 kabupaten yang memiliki tingkat resiko kerentanan pangan yang tinggi dan memerlukan skala prioritas penanganan. Wilayah dengan kerentanan pangan yang tinggi tersebut tersebar di daerah Papua, NTB, NTT, NAD, Kalimantan, dan Sulawesi dengan total jumlah penduduk melebihi 20 juta jiwa.
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kerawanan pangan di negara kita. Salah satunya dikarenakan konversi lahan pertanian yang tinggi dan tingkat pertumbuhan penduduk yang hampir tidak terkendali. Jumlah yang sangat besar ini sepertinya tidak diimbangi dengan kemampuan lahan pertanian di indonesia. Konversi besar-besaran lahan pertanian ke non pertanian menambah buruk kondisi pangan di Indonesia. Misalnya seperti mengkonversi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman yang akhirnya menjadikan lahan pertanian semakin sempit. Lambat laun kesulitan pangan mulai dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Masyarakat miskinpun menjadi semakin merasakan kesulitan akibat adanya masalah keterbasan lahan pertanian tersebut.
Sebenarnya tidak ada yang mutlak untuk disalahkan dengan terjadinya berbagai permasalahan pangan di negara kita, namun ada yang harus diperbaiki dari sistem yang sudah berjalan selama ini. Kerawanan pangan merupakan masalah bersama sehingga diperlukan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta masyarakat untuk mengatasi masalah kerawanan pangan yang terjadi. Hal ini lebih ditekankan kepada pemerintah daerah karena pemerintah daerah lebih tau keadaan pangan dan potensi lahan di daerah masing-masing, baik itu makanan pokok sehari-hari maupun komoditi unggulan daerahnya tersebut. Dengan menegaskan kembali UU Tata Ruang untuk pembangunan berkelanjutan maka lahan produktif akan terus bertahan untuk menghasilkan pangan.
Sampai saat ini masyarakat membutuhkan bukan hanya solusi teoritis dari pemerintah melainkan solusi praktis yang solutif sehingga masalah kerawanan pangan segera terselesaikan demi kebaikan anak cucu pewaris bangsa di masa depan. Dengan terjaminnya pangan bagi masyarakat akan mencerminkan bahwa Indonesia benar-benar merupakan negara agraris dan bukan hal yang tidak mungkin jika Indonesia akan menjadi negara terkuat di dunia dalam aspek stabilitas pangan. Pembangunan pertanian harus mengantisipasi tantangan demokratisasi dan globalisasi untuk dapat menciptakan sistem yang berkeadilan. Jadi poin terpenting dalam pembangunan pertanian harus diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, khususnya petani melalui pembangunan sistem pertanian dan usaha pertanian yang kuat dan mapan. Dimana sistem tersebut harus dapat berdaya saing, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan.
Peran mahasiswa juga sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan pertanian melalui pelaksanaan bimbingan kelompok tani, peningkatan daya saing mahasiswa dalam kewirausahaan di bidang pertanian, serta pendampingan untuk berbagai program mahasiswa berbasis pengabdian masyarakat di bidang pertanian. Sehingga melalui pendampingan petani, mahasiswa tidak hanya bisa mendapatkan ilmu dari bangku kuliah tetapi juga bisa menerapkan ilmu yang mereka miliki di dunia kemasyarakatan.

C.               Metode peningkatan kualitas petani di Negara agraris
1.     Penyuluhan
Salah satu metode penyuluhan yang berfungsi untuk memecahkan permasalahan yang terjadi di desa dengan objek metode adalah Metode Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) yang dicanangkan Pemerintah guna meningkatkan kualitas dan produktifitas padi. Metode ini sangat membantu para petani padi dalam melakukan pengelolaan untuk hasil yang lebih baik.

2.      Meningkatkan sumberdaya manusia ( SDM )
Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia merupakan salah satu agenda besar dalam metode ini. Dengan metode SLPTT ini diharapkan muncul pendamping yang dapat mendampingi petani di lapangan dalam menemukan dan memecahkan masalah mereka. Dipilihnya pola ini karena model penyuluhan sebelumnya belum terbukti mampu memecahkan masalah di lapangan.
3.      Karakteristik Social ekonomi
Banyak indikator untuk melihat keberhasilan metode SLPTT. Diantaranya adalah karakteristik sosial ekonomi dan tingkat adopsi petani dalam metode tersebut. Adopsi adalah penerapan/penguasaan dari suatu ide baru, alat-alat atau teknologi baru (modern). Manifestasi dari bentuk adopsi teknologi dapat berupa perubahan yang terlihat pada sikap dan perilaku, perubahan dalam pemakaian peralatan atau teknologi yang digunakan dalam usaha tani.
D.   Pengembangan teknologi di bidang pertanian.
Perubahan budaya atau aspek sosial ternyata merubah cara pandang. Jaman dahulu kala, manusia mencukupi kebutuhan pangan dengan cara berburu. Setelah lewat era itu, kebutuhan pangan diusahakan dengan bercocok tanam. Saat ini perkembangan itu sudah demikian dasyat. Teknologi pangan sudah demikian maju. Dari sekian bahan pangan yang dimakan oleh manusia ternyata masih banyak berasal dari muka bumi artinya belum tergantikan oleh produk digital. Dari mulai tanaman di tanam, dirawat, dipanen, dikemas, didistribusikan hingga di meja makan membutuhkan inovasi.
Namun demikian pada era industrialisasi global sekitar abad ke-18, peningkatan bahan pangan yang digenjot habis-habisan ini menyisakan masalah baru. Penggunaan teknologi saat itu masih menyisakan kesedihan kepada perubahan sosial, ekonomi dan ekologi saat ini. Penerapan teknologi pertanian konvensional yang membahana menyebabkan ketergantungan petani menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia. Pelaksanaan budidaya yang kurang memperhatikan kelangsungan lingkungan hidup. Bahkan hitung-hitungan yang rasional terhadap pembelajaan sarana produksi pertanian tidak dihitung sebagai rugi laba.
Beberapa fakta yang bisa ditemui saat ini berkaitan dengan gagalnya pertanian konvensional antara lain ;
  1. Penurunan tingkat kesuburan tanah
  2. Hilangnya bahan organik dalam tanah
  3. Erosi dan sedimentasi tanah
  4. Pencemaran tanah dan air akibat penggunaan bahan kimia yang berlebihan
  5. Residu pestisida dan bahan berbahaya lainnya
  6. Memudarnya konsep gotong royong masyarakat
  7. Berkurangnya luas lahan karena beralih fungsi jadi tempat industri, dll
Hingga kemudian para pakar mengemukakan gagasan mengenai pertanian berkelanjutan. Urusan pangan bukan hanya untuk saat ini tetapi juga untuk masa depan. Bukan hanya untuk kita tetapi juga untuk anak cucu kita. Food and Agriculture Organization (FAO, 1989) mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai manajemen dan konservasi basis sumberdaya alam, dan orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan guna menjamin tercapainya dan terpuaskannya kebutuhan manusia generasi saat ini maupun mendatang. Pembangunan pertanian berkelanjutan menkonservasi lahan, air, sumberdaya genetik tanaman maupun hewan, tidak merusak lingkungan, tepat guna secara teknis, layak secara ekonomis, dan diterima secara sosial.
Pertanian berkelanjutan ini tidak lepas dari pemanfaatan teknologi. Tiga pilar pertanian berkelanjutan antara lain; dimensi Sosial, dimensi Ekonomi dan dimensi Ekologi. Selain dimensi tersebut penting untuk mengaplikasikan teknologi yang berkaitan langsung dengan bidang pertanian maupun bidang lain. Teknologi ini harus mampu memacu peningkatan nilai tambah (value added), daya saing (competitiveness), dan keuntungan (profit/benefit) produk pertanian.
Organ teknologi yang diperlukan adalah cara budidaya dan bertani secara berkelanjutan dilakukan dengan baik, penanganan hasil panen yang baik, pengolahan/pasca panen dan membangun sistem distribusi yang baik. Indikasi atau ukuran keberhasilan pelaksanaan teknologi tersebut adalah standar terhadap produk pertaniannya. Produk pertanian yang baik memenuhi kriteria kualitas, kuantitas dan kontinuitas. Teknologi yang mampu mendaur ulang proses pemanfaatan (zero waste) dan pemanfaatan sumberdaya lokal serta diversifikasi merupakan salah satu bagian dari strategi penguatan teknologi.
Indonesia merupakan negara besar dan memiliki potensi untuk melaksanakan hal ini. Sumberdaya cukup melimpah dan didukung oleh iklim yang kondusif. Peran serta pengambil kebijakan lebih fokus dalam pembangunan bidang pertanian berkelanjutan akan mengenjot gairah perkembangan pertanian berkelanjutan. Pada masanya, produk petani Indonesia mampu menjadi daya saing global.

PENUTUP
Kesimpulan
1.      Negara Indonesia merupkan Negara agraris ,namun iroinya Negara Indonesia yang di juluki Negara agraris .masih impor bahan pangan ,baik makanan pokok maupun sendang pangan lainnya
2.      Pengembangan pertanian dengan meperkaya ilmu pengetahuan seorang petani ,denan pengembangan pengetahuan yang luas petani dapat meningkatakan penghasilan,dengan cara penyuluhan,peningkatan SDM dan sosialisai masarakat
3.      Pengembangan iptek di bidang pertanian ,dapat menambah wawasan para petani ,seberapa pentingnya iptek dalam pengembangan teknologi guna meningkatkan penghasilan pendaatan petani.

DAFTA PUSTAKA
Anonim.2012.http://lutfianursetya.blogspot.com/2012/07/jeritan-kelaparan-dari-sebuah-negara.html.
Anonim.2012.http://lutfianursetya.blogspot.com/2012/07/jeritan-kelaparan-dari-sebuah-negara.html.
Anonim.2010.http://www.litbang.deptan.go.id/download/one/164/file/Dusun-Subak.pdf.

Tidak ada komentar:

Pages - Menu